Never Lost! [Cerpen]

02.56 0 Comments


Suasana sekolah ini sangat aneh. Sangat sepi dan tidak ada satupun orang disini. Aku mencoba menyusuri lorong-lorongnya dengan langkah pelan. Mencoba menyambung sedikit demi sedikit rangkaian memori yang terpendar. Entah kenapa langkahku terhuyung. Kepalaku terasa berat dan pusing itu mendera. Aku pun berusaha berpegangan pada salah satu tiang di pinggiran lorong itu.

“Nda. . .”

Tiba-tiba kepalaku tak lagi merasa pusing ketika mendengar suara itu. Suara yang tak asing. Tapi siapa yang memanggilku tadi? Aku coba untuk menerawang ujung lorong itu. Ada seseorang disana. Mungkin dia yang memanggilku dengan paggilan “Nda” tadi. Panggilan yang seingatku hanya disebutkan oleh seseorang yang dekat. Begitu dekatnya hingga panggilan itu memiliki arti yang begitu luas dalam hidupku. “Kanda”, ya. . . itulah kepanjangannya. Panggilan yang dapat berarti kakak bahkan kekasih.



“Hey. . . siapa disitu?” sahutku ketika ada sosok perempuan yang muncul di ujung lorong itu. Aku mencoba menghampirinya tetapi dia tiba-tiba berlari menjauh. Aku pun berusaha mengejarnya. Tetapi langkah ini sangat berat sekali. Seperti ada beban yang menahannya. Dan perempuan itupun menghilang.

“Ada apa ini?” gumamku dalam hati. Aku pun berjalan pelan dan berharap bisa menemukan perempuan itu lagi. Perempuan yang sosoknya tidak begitu asing, tetapi entah kenapa seakan aku lupa namanya bahkan parasnya.

Pikiranku teralih oleh sebuah ruangan yang pintunya terbuka di ujung lorong itu. Aku mendatangi ruangan itu. Aku pun mencoba memasuki ruangan yang remang itu. Betapa terkejutnya aku ternyata perempuan yang memanggilku “Nda” itu ada di ruangan ini. Tetapi dia menghadap berlainan arah dengan pintu itu sehingga aku hanya bisa melihatnya dari belakang yang sangat jelas tampak rambutnya yang sepinggang dengan gaun berwarna putih yang sepertinya tak asing bagiku.

Rasa penasaran mengalahkan rasa takutku. Aku berusaha mendekatinya. Aku memegang pundaknya dan tiba-tiba pintu yang sebelumnya terbuka tiba-tiba tertutup dan ruangan berubah menjadi sedikit gelap. Dan perempuan itu pun berusaha berlari menjauhiku sehingga tanganku terlepas dari pundaknya. Dia berlari menuju salah satu pintu ruangan yang ada di ujung satunya dari ruangan itu.

“Tunggu, jangan lari! Siapa namamu?” tanyaku sambil berusaha mengejarnya. Dia membuka pintu di ujung ruangan itu dan membuat cahaya yang berasal dari luar ruangan itu masuk dan menyilaukan pandanganku. Aku tertahan sejenak dan berusaha mengejarnya kembali.

Ketika aku berhasil keluar dari ruangan itu ternyata perempuan itu sudah menungguku. Seperti dalam dunia ajaib. Tiba-tiba kami berada di sebuah taman bunga Azalea yang sangat luas. Saking luasnya tidak tampak ujungnya dalam penglihatanku.

Perempuan itu menghadap ke arahku sambil tersenyum. Senyumannya manis sekali. Keindahannya mengalihkan pikiranku dari betapa indahnya taman ini. Aku mendekatinya dan berusaha menguatkan pikiranku untuk mengenalinya.

“Kanda. . .” ucapnya. Ucapan itu tiba-tiba menjernihkan pikiranku yang terombang ambing sejak berada di lorong sekolah itu. Semuanya kini sangat jelas bagiku.

“Dinda. . .” sahutku kepadanya. Iya! Perempuan itu adalan adindaku, istriku yang paling aku cintai melebihi apapun di dunia ini. Anugerah terindah yang pernah Tuhan kirimkan untukku sebagai salah satu perwujudan keindahannya yang sedikit Dia bagi untukku dengan menyandingkanku dengan istriku.

“Jangan tinggalin dinda ya. . . “ ucapnya sambal tersenyum padaku. Senyuman yang hanya dia yang memiliki.
Dia mendekatiku dan mengaitkan jari kelingking dari tangan kanannya ke jari kelingking tangan kananku sambil berucap, ”janji. . . ?”.

“Iya, kanda janji tidak akan pernah tinggalkan dinda.” Ucapku sambil tangan kiriku mengusap pipinya.

Tiba-tiba aku tersentak. Ternyata itu semua adalah mimpi. Aku terbangun disamping istriku yang terbaring koma ditempat tidur karena kecelakaan yang dialaminya. Aku terbangun dengan tanganku masih menggenggam erat tangannya yang masih tertancap infus di punggung tangannya. Betapa luar biasanya dia. Masih bisa bermain-main dan menemuiku meski dalam mimpi.

Aku pun bangun dan mengecup kening istriku dan berkata, “Cepatlah bangun sayang, supaya kita bisa bersama lagi, menjaga janji kelingking kita. . . janji bahwa kita saling percaya. . . dan aku percaya kau akan baik-baik saja. . .”

Malam itu aku terus terjaga disampingnya. Terlalu takut untuk tertidur dan menemuinya kembali dalam mimpi. Mimpi yang meski perih tapi semakin membuatku mengerti. Bahwa dia terlalu berharga untuk sekedar aku bayangkan kehilangannya.

"Cause U're too precious to imagined that u'll leave me"

Faisal Mandala

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: