Karena "Angin" [Cerpen]

02.40 0 Comments

Seandainya ^_^ #plakk
Lawu masih pagi dengan suasana seperti hari-hari sebelumnya sejuk dan dingin bagi para penduduk di gunung ini. Tak seorangpun dari kelompok kami yang beranjak meninggalankan tenda, untuk beraktifitas saja terasa sangat menyiksa. Di Jogja cuaca tidak sedingin ini, Yaiyalah hehehe, jadi wajar saja satupun dari kami berempat, aku, Zizi, Gading dan Wulan tidak ada yang beraktifitas lagi pagi hari ini. Ujung jari-jariku seakan mau membeku, suhu tubuh yang unik. Cuaca ini tak mampu menghalangi seluruh minat yang telah aku persiapkan kurang lebih dua halaman double folio jika kutuangkan dalam bentuk tulisan. Aku seorang manusia biasa yang sangat ingin diperhatikan di semua tempat yang aku tapaki. Meski memang terkadang hidup mengajarkan kita untuk menjadi egois dan tak peduli bagaimanapun cara untuk dapat menggapainya, perhatian itu.



Aku keluar dari tendaku dengan sedikit menggigil. Di luar aku sudah melihat Zizi dan Wulan duduk menghadap sunrise. Sungguh teduh raut wajah Zizi ketika menikmati sedikit demi sedikit kehangatan mentari yang membasuh parasnya.

"Kok aku nggak dibangunin, sih?" Celetukku pada mereka berdua.

"Salah sendiri molor kayak Kebo. Harusnya bisa bangun sendiri donk. Manja!" Jawab Zizi dengan muka uniknya, manis kombinasi Judes. Seperti udang goreng pedas manis, makin digigit makin legit, -halah-

"Iya, iya. Masa pagi-pagi sudah jutek gitu neng." Sahutku sambil memasang muka polos lalu duduk disebelah Zizi dan sama-sama menghadap mentari.

"Aku balik ke tenda dulu ya, sekalian nyiapin sarapan. Aku mah sudah biasa nonton sunrise di gunung ini. Selamat menikmati ya. hehe." Ucap wulan sembari ngacir ke tenda dia dan Zizi.

Kami berdua hanya terdiam dan tersenyum kecil. Tangan kananku pelan-pelan meraih tangannya yang dia sembunyikan dalam kantong jaketnya. Dia hanya memalingkan wajahnya sebentar padaku. Aku dekap tangan kirinya dengan kedua tanganku sambil menghangatkannya dengan napasku yang agak bau ileran -halah-.

"Mulai deh. Masak pagi-pagi sudah babogohan." Ucap Zizi sambil sedikit manyun.

"Ssst, mumpung sepi, hahaha". Jawabku. Zizi kembali menatap sunrise.

Lima belas menit kami saling terdiam menikmati sinar mentari yang mulai memanas. Ya Tuhan! Terima kasih karena memberi aku lebih ketika semuanya terasa cukup. Tapi bagiku, tak pernah cukup memandang wajah Zizi yang unik itu, meski kadang dia salting sendiri dan berusaha mengalihkan aku dengan mencubit hidungku yang lebih mancung dari pada hidungnya. Dia juga mancung kok, hanya seperti terong ujung hidungnya haha.

"Terima kasih ya sayang." sanjungku pada Zizi.

"Untuk apa?" tanyanya.

"Untuk kamu, yang sudah memperlihatkanku 'ini'." Jawabku sambil mengarahkan pandanganku pada mentari.

"Iya, makanya jangan suka di balik meja terus. Banyakin keluar gitu, biar nggak bosan hidupmu." Zizi menasehatiku tapi tetap memasang muka judesnya.

Aku lalu mendekatkan kepala Zizi lalu aku cium kepalanya. Dia agak kaget namun kembali diam dan tersenyum-senyum kecil setelah tahu aku sekedar mengecup kepalanya. Yah, memang belum muhrim, jadi tidak boleh macam-macam. -Memang tadi tidak macam-macam!?-

***

Aku memperhatikan mereka berdua dari kejauhan, Zizi dan Raka. Raka adalah sahabatku ketika kami masih SMA dulu. Zizi meminta ijinku untuk bertemu dengannya. Untuk setidaknya memenuhi hutang yang dulu tidak sempat Zizi penuhi dan keburu dia aku pinang. Hutang pertemuan, hutang jalan-jalan. Aku pun mengiyakan. Aku tidak ingin Zizi merasa terbebani dengan tanggung jawab masa lalunya.

Mereka berdua riang sekali dalam mengobrol. Tetapi Zizi dari mata lelaki terlihat berusaha menjaga momentum supaya tidak kebablasan dan seolah tidak memberi celah bagi Raka untuk masuk meski sebentar. Zizi tetap menjaga jaraknya. Aku bangga tetapi juga was-was pada saat yang bersamaan.

Raka merupakan tempat Zizi dulu berbagi mimpi, berbagi emosi. Ketika aku melakukan kesalahan yang sebenarnya tidak aku sengaja sehingga merusak hubungan kami yang baru saja akan kami bangun. Ya! Pesan salah kirim yang akhirnya diterima Zizi, seolah-olah aku mengamini bahwa hubungan kami harus berakhir, padahal pesan itu untuk perempuan lain yang sedang dekat denganku. Aku mengirim pesan itu supaya aku bisa bebas membangun hubungan dengan Zizi. Karena aku sudah jatuh cinta pada Zizi sejak pertama kali kami saling berbicara. Tapi karena kebodohanku lagi semuanya menjadi semakin memburuk. Zizi sangat membenciku. Dulu.

Aku kecewa pada Raka, sahabatku yang seharusnya membantuku untuk menjelaskan semua kepada Zizi bahwa itu hanya kesalah pahaman dan aku masih sangat mencintai dia. Tetapi Raka malah mengamini apa yang seolah-olah aku perbuat kepada Zizi. Dia seperti pahlawan bagi Zizi karena ada ketika Zizi terjatuh. Seolah aku yang membuatnya jatuh. Aku kecewa padanya dan sejak saat itu, aku pertanyakan persahabatan kami!

Butuh bertahun-tahun, tepatnya tiga tahun sejak konflik itu terjadi aku mampu menjelaskan semua pada Zizi sejelas-jelasnya. Aku masih sangat bodoh dan tidak peka saat itu. Namun, satu hal yang sama adalah rasa sayangku pada Zizi tiada berkurang sedikit pun, malah semakin dalam. Berbagai cara aku lakukan termasuk meminta bantuan sahabat karib Zizi, si Wulan supaya kami bisa bertemu ntuk sekedar mengobrol. Sehingga aku memiliki kesempatan untuk menjelaskannya.

Akhirnya pada tahun ketiga lah kami bisa saling mengerti kembali bahwa bagaimanapun takdir mempermainkan kami dengan segala misterinya, kami tetap akan menjadi satu. Sejak saat itu kami kadang membahas tentang Raka dalam obrolan kami sembari tertawa. Menertawakan kebodohan kami di masa silam, masa kelam.

Tapi ternyata perkiraanku salah. Aku salah memperkirakan perasaanku. Ketika akhirnya aku melihat mereka berdua bercengkerama. Saling tertawa dan bercanda tentang lugunya kami, aku Zizi dan Raka tentang masa SMA kami. Aku tidak sanggup. Bukannya aku tidak mempercayai Zizi, tetapi aku takut kehilangan Zizi untuk kedua kalinya setelah apa yang terjadi dulu, ketika Raka ada di antara kami.

***

"Terima kaasih ya sayangku." ucapku sambil tersenyum garing di depan Zizi yang mulai merasa kepanasan karena mentari mulai terik.

"Kok, makasih mulu sih." celetuknya sambil berekspresi bingung dan ragu dengan maksud perkataanku.

"Karena kamu, iya Kamu!"

"Karena kamu sudah percaya lagi padaku, memilihku untuk menemanimu menjalani hidup bersama. Menunjukkan padaku bahwa dunia ini bisa sesempit hati perempuan yang tersakiti.
 Tetapi dapat seluas hati perempuan yang mencinta." Kataku sambil terus menatap Zizi.

"Maksud sayang?" ucap Zizi berlagak polos.

"Kamulah yang menghidupkan hidupku yang membosankan. dan itu kamu mulai sejak perbincangan pertama kita bertahun-tahun yang lalu." Aku lalu tersenyum.

Zizi hanya tersenyum. Tetapi wajahnya mulai mekar seperti bakpao mau matang. Tiba-tiba brukk! Zizi memelukku, erat sekali. Aku pun sembari membelai rambut panjang sepinggangnya yang sangat indah.

Biarkan angin datang dan memeriakkan lautan
Biarkan ia mengingatkan karang bahwa dialah musabab kikisnya
Karena aku lah pantaimu yang akan selalu menerima air bahmu
Menyesap gemuruhmu dalam pasir-pasir kesabaran ku
Karena kamu aku berarti
Menjadi pantaimu dan lautku
Hingga berdua mati dalam riak suka
Yang menyatukan pecinta dalam surga

I Love You My Azizah Pradnya Paramitha :*

Faisal Mandala

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: