Sebuah Sajak [Untitled] oleh Sitok Srengenge [Puisi]

01.06 0 Comments

Seumpama pagi, kita pun lekas pergi. Sebagai sore, kita segera sampai. Dari dan ke pangkuan kelam.

Di mana kita jadi penelusur gua gelita. Meraba, menaswir gema cinta. Terpisah dari yang selain desah.

Raga melenggang bagai ganggang. Sukmaku menggapai sukmamu, bersitaut serupa kiambang. Larut dalam kelucak ombak pasang.

Kulumur landai lampingmu sampai pasir menyerpih. Kudentur-dentur ceruk curammu hingga berbuih. Hingga kau-aku terdampar, terkapar, di altar tarikh.



Peramlah separuh perih, sampai perahu pertama bangkit dari kaki langit. Selebihnya biar kusimpan di samping jantungku, betapapun pahit.

Sebab, selagi selat susut, kita akan saling mencari. Dipandu denyut nadi.

Kuharap kita akan bersua di sebuah bukit yang menyimpan sungai jernih, dimana jantung kita yang terbelah kembali lekat dan luka pun pulih.

Dan di tanah yang tabah itu, hidup akan tumbuh. Kau bagian dariku, aku bagian dirimu. Dua jiwa satu tubuh.

Senantiasa saling butuh, tanpa yang satu yang lain tak utuh.

by @1srengenge

Faisal Mandala

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: