Ami Tumi Valo Vasi II [Puisi]

10.05 0 Comments



Kemarin
Setengah windu khianat merpati selaksa kupu-kupu merindu
Hari itu; engkau menjadi angin, menjadi dingin, dan aku; hati yang tak lagi hangat, tak lagi ingin.
Di antara yang terdangkal, ialah hatiku, yang tidak bisa menampung setetes air matamu.
Matamu, kota kenangan yang konon aku pernah sampai di sana, sebagai hujan.



Kosong itu, sayang, sepasang kakiku yang minta perhatian.
Dan kau yang tak lagi tertarik pada kepergian.
seperti bunga yang mekar, tapi dimekarkan sepi.
seperti setumpuk kayu bakar, tapi tak nyala oleh api.


Mencintaimu
Lewati jalan setapak menuju rumah, hirup aroma rumput segar sehabis hujan membadai.
Aku rela mencintaimu seperti udara pertama di sayap kupu-kupu,
Bebas bahagia, walau mati setelahnya.
Sebagai penebus hinaku yang lalai.


Berikan aku, cinta yg menyerupai bulan itu
Cahayanya mengecup pipi telaga. Teduhnya, melelapkan angsa yg terluka.
Sebab bila kukatakan tipis bibirmu seperti daun
Ciuman siapa yang kelak menggugurkannya!

Aku bukan bunga di taman hatimu. Yang sesaat mekar hanya untuk menggugurkan kelopaknya
Aku ingin sejauh langit, yang membebaskan sayap-sayapmu.
Aku ingin sedekat darah, yang menyertai luka-patahmu.
Cintailah aku dalam lingkaran senjamu, dan dalam keheningan pagi di akhir mimpimu.

Ami tumi valo vasi.



Faisal Mandala

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: